Cabut Gigi

Tak pernah terbayang di benak saya, kalau gigi saya akan dicabut. Ngedengernya aja udah bikin merinding. Belakangan ini saya emang sering sakit gigi. Entah gara-garanya apa, mungkin karena gigi saya yang sudah bolong. Untuk pertama kalinya saya berobat ke dokter gigi pada pertengahan Januari lalu. Itupun terpaksa karena saya udah nggak tahan dengan rasa sakitnya.

Sebenarnya waktu itu saya sudah disuruh oleh dokter untuk cabut gigi, jikalau giginya udah sembuh. Tapi, begitu udah sembuh pun saya nggak melakukannya. Alasannya satu, takut. Apalagi pas ngedenger temennya saudara saya koma terus meninggal, setelah cabut gigi. Saya jadi makin parno.

Di tahun 2013 ini saya sudah 2 kali sakit gigi. Pertama pada bulan Januari, dan yang kedua, awal bulan Maret ini. Sakit gigi yang terparah adalah bulan Maret ini, saya sampe nggak masuk kerja selama satu minggu. Kalau berobat yang pertama, saya nggak berani untuk cabut gigi. Untuk yang kedua ini, saya memberanikan diri untuk mencabut gigi yang sakit ini. Dengan harapan, nggak akan sakit gigi lagi.

Singkat cerita, akhirnya hari Sabtu tanggal 16 Maret kemarin, dengan segenap jiwa dan harapan, saya memberanikan diri untuk .... cabut gigi. Awalnya saya membayangkan cabut gigi itu menyeramkan. Dan itu memang benar adanya. Malah lebih menyeramkan dari bayangan saya.

Setelah menunggu antrean, tibalah giliran saya masuk ke ruangan dokter gigi. Baunya yang khas rumah sakit membuat saya deg-degan. Saya duduk di kursi operasi gigi, dan ... disuntik anestesi di bagian gusi. Setelah disuntik, mulut jadi berasa super besar, dan kaku. Saya sempet muntah, karena cairan anestesinya terasa di lidah, pait.

Saya kira mau langsung aja gitu giginya dicabut. Ternyata saya disuruh menunggu di luar. Setelah sekitar 10 menit, saya dipanggil masuk lagi. Saya duduk lagi di kursi operasi gigi. Dan barulah si dokter mengeluarkan alat-alatnya. Pertama, dia mengeluarkan alat semacam obeng, ya obeng. Tapi obeng yang ini bersih, dan mengkilat. Alat ini digunakan untuk mengkorek, mencabik, mengendurkan, menggonjang-ganjing gigi saya. Dan rasanya itu, SAKIT BANGET GILA.

Dan yang nggak kalah serem adalah, ketika si dokter mengeluarkan penjepit, atau tang. Setelah digonjang-ganjing menggunakan obeng, gigi saya dicabut menggunakan tang. Yeaaaaaaaaaaah yang ini nggak kalah SAKIT BANGET GILA.

Mungkin kalau difoto, ekspresi saya mirip sama orang ini.

Selama operasi, pikiran saya nggak karuan, mikirnya aneh-aneh. Gimana kalau operasinya gagal. Gimana kalau saya koma kayak temennya saudara saya, arrghh. Ketika mencabut gigi saya, bisa-bisanya si dokter ngegosip sama temennya, yak ngegosip. Cabut gigi sambil ngegosip. Parah.

Setelah sekitar 15 menitan, akhirnya operasi cabut gigi selesai. Si dokter memperlihatkan gigi saya yang dicabut.

"Nih A, giginya udah kecabut. Semuanya ada 3 akar," kata si dokter sambil ngeliatin gigi saya yang berdarah-darah.

Tadinya mau saya bawa pulang giginya, buat koleksi. Tapi ngeliat gigi yang berdarah gitu jadi males. Setelah itu saya ngambil obat dan bergegas pulang.

Nikmat sehat itu emang baru terasa ketika kita jatuh sakit. Kalau udah sakit, pengen sembuh itu susah. Jadi selama sehat, seharusnya bisa menjaga kesehatan supaya nggak sakit lagi. Belajar dari pengalaman ini, untuk ke depannya saya akan lebih menjaga kesehatan, terutama gigi. Pokoknya nggak mau deh cabut gigi untuk yang kedua kalinya. Soalnya itu SAKIT BANGET GILA.

Comments

Popular posts from this blog

Gojekin Aja!

Gadis Panik itu Teman Saya

Hello Me!